Selasa, 18 September 2012

Robot Bedah dalam Dunia Medis

Dibeberapa negara yang sudah maju, robot ini sudah banyak digunakan. Kemudian robot ini dikembangkan lagi sehingga berbentuk ramping dan dapat melihat dalam bentuk tiga dimensi. Sedangkan  dokter hanya sebagai pengontrol lengan-lengan robot, yang panjangnya masing-masing 1,5 cm. Peralatan itu memiliki tiga sampai empat lengan, yang masing-masing harganya sekitar Rp.20 juta. Alat ini mampu melakukan berbagai pembedahan misalnya penyakit kandungan, penyakit pencernaan, dan penyakit yang berkaitan dengan sistem kemih (urologi). Dari empat lengan tersebut salah satunya berfungsi sebagai lengan kamera. Tujuannya untuk memudahkan dokter pengontrol melihat objek operasi. Kamera ini beresolusi di atas 1.200 MP dengan kualitas high definition yang mampu memperlihatkan jaringan dengan jarak 2mm. Ada juga lengan yang memiliki dua jari yang dapat berputar seperti putaran tangan yang berfungsi sebagai memegang, menjahit dan menggunting. Dengan alat ini operasi tidak terlalu sulit apalagi jika operasi besar. Ibarat bermain game PlayStation, lengan robot ikut bergerak sesuai dengan perintah. Dokter yang hendak mengoperasikan alat ini harus melewati pelatihan selama sebulan dan mendapatkan sertifikasi. Walaupun alat ini dibilang sangat canggih dibalik itu ada juga resiko, tapi minim sekali misalnya infeksi, cedera, dan perdarahan. Maka, dokternya harus mahir. Tapi dokter menjamin, infeksi itu akan cepat hilang. Kendala terbesar yaitu dalam biaya pemeliharaan. Untuk servis per tahun saja, manajemen rumah sakit harus membayar sekitar Rp 1 milyar. Namun, biaya yang dikeluarkan pasien akan sebanding dengan yang didapat. Apalagi, biaya yang dikeluarkan pasien itu lebih murah ketimbang berobat ke luar negeri. Yang pertama menjalani operasi robotik adalah pasien penderita kanker usus dari Indonesia. Di "negeri singa" itu, peralatan macam ini sudah tersedia pada 2004, tapi baru digunakan pada 2007-2008. Menanggapi penggunaan teknologi robotik itu, Prof. Dr. dr. Biran Affandi, SpOG, dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menjelaskan bahwa peralatan macam itu umumnya digunakan pada bedah laparoskopi, tindakan bedah minimal yang umumnya ditujukan untuk mengurangi risiko yang didapat pada operasi besar. Ada juga aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam menggunakan teknologi antara lain keamanan, efektivitas, dan penerimaan masyarakat. Biasanya tiga hal itu berhubungan erat, harus ada regulasi dan pengawasan dari kalangan profesi serta lembaga konsumen kesehatan agar tidak terjadi penyelewengan dalam penggunaannya.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar